Jumhur ulama salaf dan khalaf termasuk Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ibnu al-Shabagh dan al-'Abdari melarang langkah
pengubahan niat dari ifrad atau qiran menjadi haji tamattu'.
Baik karena udzur atau tidak. Hal itu merupakan konsekuensi dari pelaksanaan
perintah:
وَاَتِمُّوْا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ (البقرة
196)
المجموع شرح المهذب 7 صـ 167-166
إِذَا اَحْرَمَ بِالْحَجِّ لاَ يَجُوْزُ فَسْخُهُ وَقَلْبُهُ عُمْرَةً ،
وَإِذَا اَحْرَمَ بِالْعُمْرَةِ لاَ يَجُوْزُ لَهُ فَسْخُهَا حَجًّا لاَ
لِعُذْرٍ وَلاَ لِغَيْرِهِ ، وَسَوَآءٌ أَسَاقَ الْهَدْيَ أَمْ لاَ هَـذَا
مَذْهَبُنَا [اَلشَّافِعِيَّةُ] قَالَ ابْنُ الصِّبَاغِ وَالْعَبْدَرِيُّ
وَآخَرُوْنَ
Apabila seseorang telah berihram haji, maka tidak
boleh merusaknya dan menggantinya dengan umrah. Dan apabila telah berihram
umrah, maka tidak boleh baginya merusaknya dan menggantinya dengan ihram
haji. Tidak boleh karena udzur dan tidak pula karena lainnya. Dan baik dia
telah menuntun binatang hadiah atau tidak. Ini adalah madzhab kami
(Asy-Syafi'iyyah). Telah berpendapat demikian Ash-Shibagh, Al-'Abdariy, dan
lain-lainnya.
Jumhur mengartikan perintah Nabi saw kepada para sahabat
yang tidak membawa binatang hadiah agar segera ber-tahallul dengan
menyelesaikan umrahnya, sebagai pengaturan khusus bagi para sahabat yang
tahun itu mengikuti pelaksanaan haji wada' bersama Nabi saw.
اَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ : أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ
يَقُوْلُ فِيْمَنْ حَجَّ ثُمَّ فَسَخَهَا بِعُمْرَةٍ : لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ
إِلاَّ لِلرَّكْبِ الَّذِيْنَ كَانُوْا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم ، وَفىِ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ كَانَتِ الْمُتْعَةُ فيِ الْحَجِّ
ِلأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم خَآصَّةً .
Abu Dawud telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Abu
Dzar telah berkata mengenai orang yang haji, kemudian merusaknya dengan
umrah. Hal itu tidak ada kecuali bagi kafilah yang mereka itu adalah
orang-orang yang menyertai Rasulullah saw. Dan dalam satu riwayat dari Imam
Muslim, melakukan tamattu' dalam haji itu adalah khusus bagi para sahabat
Nabi Muhammad saw.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ خَرَجْنَا مُهِلِّيْنَ
بِالْحَجِّ فِيْ اَشْهُرِ الْحَجِّ وَحُرُمِ الْحَجِّ ، فَنَزَلْنَا سَرِفَ
، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ِلأَصَحَابِهِ : "مَنْ لَمْ
يَكُنْ مَعَهُ هَدْيٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَجْعَلَهَا عُمْرَةً فَليَفْعَلْ ،
وَمَنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ فَلاَ" . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
[اَللُّؤْلُؤُ والمرجان : جز 2 صـ 39 رقم : 755]
Diriwayatkan dari 'Aisyah ra katanya: "Kami telah
keluar dalam keadaan ihram haji pada bulan-bulan haji dan dalam bulan-bulan
suci haji. Kemudian kami singgah di desa Sarifa; kemudian Nabi saw bersabda
kepada sahabat-sahabat beliau, "Barangsiapa yang tidak membawa binatang
hadiah dan senang untuk menjadikan ihramnya menjadi umrah, maka silakan dia
mengerjakannya. Dan berangsiapa yang membawa binatang hadiah maka tidak
boleh mengubah ihram hajinya menjadi umrah." Hadits ini disepakati oleh
Bukhari dan Muslim.
Jumhur mujtahidin (Abu Hanifah, Imam Malik,
Asy-Syafi'i) memahami perintah Nabi saw tersebut terkait dengan kepentingan
menghapus pandangan orang Arab sejak zaman Jahiliyah yang berpantang
melaksanakan umrah pada bulan-bulan ibadah haji.
لَبَّيْكَ اللَّـَهُمَّ لَبَّيْكَ ، اَلسَيِّدْ
مُحَمَّدْ بِنْ عَلْوِيْ الْمَالِكِيْ ،
صـ 119
وَإِنَّمَا اُمِرُوْا بِهِ تِلْكَ السَّنَةَ لِيُخَالِفُوْا مَا كَانَتْ
عَلَيْهِ الْجَاهِلِيَّةُ مِنْ تَحْرِيْمِ الْعُمْرَةِ فِي أَشْهُرِ
الْحَجِّ وَإِنَّهَا مِنْ أَفْجَرِ الْفُجُوْرِ .
"Hanyasanya mereka diperintahkan demikian pada tahun
itu adalah agar mereka berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman Jahiliyah
mengenai keharaman umrah pada bulan-bulan haji dan sesungguhnya umrah
tersebut termasuk perbuatan yang paling durhaka."
Demikian pula jawaban Rasulullah saw terhadap pertanyaan
Suraqah bin Jasy'am al-Mudlaji:
أَلِعَامِنَا هَـَذَا اَمْ ِلأَبَدٍ ؟ فَشَبَّكَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَصَابِعَهُ وَاحِدَةً فيِ اْلأُخْرَى
وَقَالَ : دَخَلْتُ الْعُمْرَةَ فيِ الْحَجِّ هَـَذَا - مَرَّتَينْ ِ- لاَ
بَلْ ِلأَبَدِ أَبَدٍ .
"Adakah hal ini untuk tahun kita ini ataukah untuk
selamanya?" Kemudian Rasulullah memasukkan jari-jari beliau yang satu pada
yang lain dan bersabda, "Aku telah melakukan umrah pada bulan haji ini-dua
kali-Tidak! Bahkan untuk selama-lamanya."
Dimaksudkan sebagai penegasan hukum bolehnya mengerjakan
ibadah umrah dalam bulan-bulan haji. Atau amalan umrah bisa dikerjakan
menyatu dengan amalan haji dalam praktek qiran. Jawaban Rasulullah
saw tersebut bukan melegalisasi perkenan mengubah (fasakh) haji
menjadi umrah.